Brukkk. Pintu kamar terbanting karena emosiku. Tak ada lagi kata yang bisa keluar dari mulut ini. Yang ada hanya tangisan beku gambaran perasaan ku kini.
Telah lama kupendam semua amarah ini, telah lama kupendam semua perasaan ini, namun kini semua melimpah ruah ke permukaan tanpa bisa di hentikan.
“Rio, kenapa kamu tega ngelakuin ini semua sama aku? Apa salahku?!” batinku dalam hati.
Yaaahh. Rio adalah kekasihku selama 3 tahun terakhir. Tapi sesuatu terjadi padaku sore itu. Saat aku berjalan di taman menuju ke rumahnya, aku melihat Rio sedang dengan perempuan lain. Aku mengenal siapa perempuan itu, bahkan aku sangat mengenalnya, dia adalah Ratna temanku. Tak kusangka semua akan berakhir seperti ini. 3 tahun berakhir sia sia.
Setelah sekian lama mengurung diri di kamar, terdengar ketukan pintu dari luar. Tanpa aba aba dari ku, Keni masuk menghampiriku. “Karin, sudahlah. Tak ada yang perlu di tangisi lagi sekarang. Yang terpenting kamu sudah tau bagaimana Rio sebenarnya. Maafkan dan lupakan saja dia mulai sekarang. Ok?”
“Yah, akan ku coba Ken. Makasih ya.” Ucapku lirih.
Keni adalah sahabatku dari kecil. Rumah kami bersebelahan, jadi apapun yang terjadi padaku, dia pasti sudah tau. Begitu juga sebaliknya.
Sayup sayup kicauan burung membangunkan ku di pagi yang cerah esoknya. Dengan malas aku berdiri dari tempat tidur untuk mandi dan bersiap siap karena sebentar lagi aku ada kelas. Sembari mengambil handuk, aku bergegas berjalan menuju kamar mandi. Sekilas terlihat foto aku dan Rio yang terpajang di atas meja. Segera ku berjalan ke arahnya, lalu kuperhatikan foto itu sejenak. “Tak kan ada lagi kamu di hari hariku sekarang.” Aku pun lalu menutup foto itu dan berlalu untuk mandi.
Akhirnya aku tiba di kampus untuk memulai kuliah pagi. Dan yang tak ku kira, tanpa rasa bersalah, Rio menghampiriku dan tersenyum. Sesegera mungkin aku berlalu dari padanya dengan alasan aku terlambat masuk kelas. Dia hanya terdiam tanpa ekspresi melihat perlakuanku.
Setelah 2 jam berjalan, kelas pun usai. Aku mulai melangkahkan kaki keluar dari kelas.
“Karin! Tunggu aku, ada yang aku ingin jelaskan padamu.” ucap Rio yang telah menunggu ku di depan pintu kelas. Aku tak perduli! Aku tak mau lagi mendengar apapun dari nya. Sudah cukup hati ini tersakiti.
“Karin, please dengerin aku dulu. Kenapa kamu menghindar dari aku?” tanyanya lagi.
“Aku rasa ga ada yang perlu di jelasin lagi Rio. Apa yang aku lihat dah jelas semuanya. Dan makasih buat semua yang udah kamu lakuin ke aku!” ucapku dengan marah. Tapi tak ku sangka ada setitik air mata yang keluar ketika aku menatap Rio tadi.
Dan lagi lagi aku berlari cepat menjauhi Rio yang hanya bisa heran melihat tingkahku.
Kini aku hanya bisa menghabiskan waktu ku di dalam kamar. Di sini tempat aku melamun, tempat aku mencari inspirasi, bahkan di sini juga tempat aku memikirkan Rio.
Seakan tak mau lagi mengingat apapun tentang dia, ku coba menghapus semua kenangan tentangnya dari kamar ini. Mulailah kukemasi semua barang yang berhubungan dengan Rio. Mulai dari jam tangan, kalung, boneka dan bahkan foto kami berdua. Setelah semua nya tersusun dalam kardus, kuangkat dan ku simpan kardus itu rapat rapat. “Selamat tinggal kenanganku” batinku dalam hati.
Tak terasa pagi ke dua setelah hari itu telah datang. Seperti biasa aku bergegas untuk mandi dan menuju ke kampus. Setibanya di kampus, Keni sudah menungguku.
“Karin, ini ada titipan surat untukmu” katanya.
“Dari siapa Ken?” tanyaku heran.
“Dari Rio.”
“Ah, ambil saja untukmu. Aku tak peduli lagi.” Jawabku singkat.
“Tapi Rin, kamu harus baca semua ini. Dia nitipin ini ke aku supaya kamu tau apa yang sebenarnya terjadi. Please, setidaknya kalau kamu ga mau membacanya, terima dan simpan saja ini.” Sambung Keni.
Dengan berat hati akhirnya ku ambil juga surat itu dan kumasukkan ke tas.
Tak ada hal yang spesial hari ini, semua berjalan seperti biasa. Dari pagi hingga malam lagi. Semua terasa membosankan semenjak tak ada lagi Rio di sampingku. Bahkan aku sadar sekarang aku sudah jarang tersenyum.
Malam harinya, Keni datang ke rumahku.
Dengan segera ku bukakan pintu rumah untuknya.
“Rin, jangan lupa kalau besok itu hari ulang tahun kamu” katanya setelah aku membukakan pintu. Setelah berkata demikian, Keni langsung berlari pulang menuju rumahnya. Apa maksud anak itu?! Kataku dalam hati kesal.
Aku pun lalu berjalan menuju kamar. Tiba tiba aku teringat dengan surat yang diberikan Rio tadi pagi. Ku pegang surat itu, tapi tak kubuka. Aku memutuskan untuk tidur saja dari pada harus membacanya.
Hari ini hari ulang tahunku. Burung burung lebih merdu berkicau pagi itu. Tapi aku tetap seperti hari hari kemarin, malas. Hari ini aku ga ada kelas. Jadi aku memutuskan untuk di rumah saja, walaupun hari ini adalah hari ulang tahunku.
Ku pandangi sudut sudut kamarku, tak ada lagi kenangan tentang Rio di sini. Tapi entah kenapa Rio masih belum bisa hilang dari dalam hatiku.
Tak terasa sore menjelang. Seperti yang sudah kukira bahwa hari ini tak ada yang spesial.
Ketika aku berjalan menuju ke ruang tamu, aku melihat surat yang di berikan Rio kemarin. Ntah karna apa surat itu bisa sampai di sini seakan aku harus membacanya.
Dengan berat hati kubuka juga surat itu. Dan ku baca pelan pelan.
“Dear Karin.
Aku ga tau apa yang harus aku lakuin ke kamu. Tiba tiba sikap kamu berubah ke aku. Apa sih salahku Rin?
Aku harap di hari ulang tahun kamu, kamu mau nemuin aku di taman tempat kita biasa ketemu. Ada yang mau aku tunjukin ke kamu. Aku bakal nungguin kamu terus sampai kamu datang Rin. Aku janji.”
Setelah membaca surat itu, aku bergegas mengambil kunci mobil dan pergi ke taman.
Tapi sesampainya di taman, tak ada seorang pun yang ku lihat di sana.
Akhirnya aku memutuskan untuk duduk dan menunggu kedatangan Rio.
Kulihat jam di tangan ku, tak terasa sudah 3 jam aku menunggu Rio, dan tak ada kabar. Dengan marah aku kembali ke mobil dan menuju rumah.
“Sekali lagi kamu nyakitin aku Rio.” Aku kembali menangis meratapi nasibku.
Setelah sampai di rumah, aku segera lari ke kamar untuk tidur.
Esoknya pagi pagi benar, Keni datang ke rumahku.
“Rin, kamu mau ga ikut aku ke rumah sakit?” tanyanya.
“Aku malas Ken. Sorry ya.”
“Rin, please donk temenin aku. Aku ga da temen nih.”
Aku pun menganggukkan kepala dengan terpaksa. Aku berpikir hanya dengan menyibukkan diri aku bisa melupakan Rio.
Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, aku dan Keni sampai di rumah sakit. Kami berjalan menyusuri lorong. Tiba tiba langkahku terhenti setelah melihat apa yang ada di depan mataku. Rio!! Itu Rio!
Tak kusangka kami akan menjenguk Rio. Aku tak dapat berkata kata lagi, aku terpaku menatap pemandangan di depan mata ku. Aku tak mampu lagi menopang tubuhku, aku ambruk ke lantai dan untung saja Keni dengan sigap menopangku.
“Rin, maafin aku ya aku ga ngasih tau kamu kalau kita akan menjenguk Rio. Ini semua supaya kamu mau nemuin dia.” ucap Keni lirih.
“Ya tapi Rio kenapa Ken? Apa yang terjadi dengan dia?” tanyaku.
“Hhmm.. Rio kecelakaan kemarin sewaktu mengendarai mobil untuk menemuimu di hari ulang tahun mu Rin.”
Seperti biasa, aku tak dapat berkata apa apa. Hanya tangisan dan air mata yang bisa aku berikan untuk menggambarkan situasi ku saat itu.
Lama aku terdiam dalam tangisanku, sampai akhirnya dokter datang dan memperbolehkan kami untuk menjenguk ke dalam. Dokter bilang keadaan Rio kritis, jadi dia tidak boleh terlalu banyak berbicara.
Tanpa aba aba, aku langsung masuk ke kamar perawatan Rio. Tubuhnya terlihat sangat lemah dan tak bertenaga, tangan dan kaki nya di perban. Bahkan masih ada sisa darah yang terlihat dari balik perbannya itu.
Kembali aku pun menangis melihat keadaan kekasihku itu. Tapi Rio yang masih sadar dan melihatku menangis dengan segera menegurku.
“Hai Karin, kamu jangan menangis. Aku gapapa kok, kalau kamu menangis, aku malah kawatir. Lihatlah, aku masih bisa tersenyum untukmu sekarang. Kamu tenang saja aku kan gapapa.” kata Rio lemas.
“Rio, kenapa kamu kayak gini ke aku? Kenapa kamu ngelakuin semua ini? Kamu seenaknya saja pergi dengan Ratna, tapi sekarang kamu malah mambuat aku menangis. Kenapa kamu tega?” tanyaku lirih disertai tangis.
Namun Rio malah tertawa. “Hahaha. Jadi karna itu kamu ngejauhin aku ya Rin? Karna aku pergi dengan Ratna? Karin, dengerin aku ya. Sebenarnya aku pergi dengan Ratna karna aku mengajak dia kerja sama untuk membuat kejutan di hari ulang tahun kamu. Seharusnya kemarin aku bisa lihat senyuman mu lagi dengan kejutanku, tapi kecelakaan ini malah membuat ku tak bisa bertemu dengan mu kemarin. Maafin aku ya Rin, aku ga bisa ngelakuin yang terbaik buat kamu. Aku sayang kamu Karin.”
Tangisku kini makin keras setelah mendengar semua penjelasan Rio. Betapa bodohnya aku telah menyia nyiakan orang yang sangat menyayangiku.
“Rio, aku yang harusnya minta maaf ke kamu. Aku udah nuduh kamu yang bukan bukan. Tapi ternyata kamu malah ngelakuin apa yang ga pernah terpikirkan olehku. Maafin aku Rio, sampai kapan pun aku akan sayang kamu. Kamu jangan ninggalin aku ya Rio.” Jawabku dengan penuh penyesalan.
Tapi tiba tiba Rio batuk dan berdarah lagi, dengan panik aku segera memanggil dokter. Dengan sigap dokter datang untuk memeriksa keadaan Rio. Namun aku melihat muka sedih dan putus asa dari wajah sang dokter. Firasat ku mulai memburuk, bahkan menjadi lebih buruk setelah mengetahui apa arti wajah dokter itu.
“Karin, aku sayang kamu. Jaga diri kamu baik baik ya.” kata Rio lemah.
Dan seketika itu juga Rio menutup mata. Itu kata kata terakhir yang Rio ucapkan untukku.
Aku terduduk lemas di lantai sambil menangis sekuat kuatnya. Namun Keni segera membantuku untuk bangkit dan kami pun berdiri di samping tubuh Rio yang sudah kaku.
Aku memeluk Rio untuk terakhir kali. “Rio, ada yang harus kamu tau, aku ga akan pernah ngelupain kamu karna aku sayang kamu Rio. Kamu yang tenang ya di sana, aku bakal selalu doain kamu. Aku yakin kamu bakal selalu ada di dekat aku walau sekarang aku ga bisa ngeliat kamu. Aku sayang kamu Rio”. Dengan air mata aku mengiringi kepergian Rio. Selamat jalan kekasihku. Aku tak akan pernah melupakan mu. Kamu akan tetap ada di hatiku meskipun sekarang aku ga bisa ngeliat senyummu lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar